Medan,Suronews.com – Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto menegaskan bahwa pemerintah masih mengkaji revisi Undang-Undang (UU) tentang Pemilihan Umum (Pemilu) dengan melibatkan berbagai pihak terkait. Hal ini disampaikannya saat menjadi narasumber dalam Focus Group Discussion (FGD) tentang Revisi UU Pemilu yang digelar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sumatera Utara (USU), Medan, Jumat (7/2/2025).
Dalam kesempatan tersebut, Bima Arya menyoroti berbagai isu strategis dalam revisi UU Pemilu. Ia menekankan bahwa Presiden Prabowo Subianto telah meminta Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk melakukan kajian komprehensif guna memperbaiki sistem pemilu. Menurutnya, sejumlah tantangan masih perlu diatasi, seperti tingginya biaya politik, efisiensi sistem, serta besarnya anggaran yang dikeluarkan dalam setiap pemilu.
“Kalau kita mendengar di lapangan, baik dari para pelaku maupun para pemilih, ya kita semua sepakat. Pemilu sekarang itu di Pilkada (pemilihan kepala daerah) dan Pileg (pemilihan legislatif) mahalnya luar biasa,” katanya.
Bima Arya menjelaskan bahwa revisi UU Pemilu diperlukan karena saat ini terdapat dua regulasi berbeda, yakni UU Pemilu dan UU Pilkada. Padahal, Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan bahwa tidak boleh ada perbedaan mendasar di antara keduanya. Selain itu, menurutnya, masih terdapat sejumlah ketidakselarasan dalam nomenklatur ataupun pasal dan ayat pada kedua UU tersebut, sehingga revisi menjadi langkah penting.
“Artinya memang ini adalah momen yang sangat tepat, sangat tepat untuk melakukan revisi itu. Nah, saat ini Kemendagri membuka ruang Bapak/Ibu, saya latar belakangnya orang kampus, sangat terbiasa untuk berdialog, berdebat, dan berdiskusi. Dan saya percaya bahwa ada proses dialektika yang sangat menentukan output,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Bima mengingatkan bahwa revisi UU Pemilu tidak boleh hanya berfokus pada isu-isu spesifik, seperti mekanisme pemilihan langsung atau tidak langsung, maupun kepentingan politik tertentu. Namun, diskusi harus dilakukan dalam kerangka yang lebih luas guna menciptakan sistem politik yang lebih stabil dan efektif.
Ia menambahkan, revisi UU Pemilu harus tetap berorientasi pada penguatan sistem presidensial, selaras dengan prinsip otonomi daerah, serta berkontribusi pada peningkatan efektivitas sistem politik dan kualitas representasi rakyat.
“Teman-teman penstudi ilmu politik, partai politik, kepemiluan pasti sangat paham, tantangan terbesar sepanjang masa adalah menyeimbangkan governability dengan representativeness. Di satu sisi keterwakilan demokrasi harus tetap dijaga kualitasnya, tetapi di sisi lain jangan sampai governability ini terhambat,” terangnya.
Bima juga menekankan pentingnya merancang sistem politik yang dapat memperkuat persatuan bangsa. Partai politik, kata dia, harus mampu menjaga integrasi nasional, bukan malah memicu disintegrasi.
Bima kembali menekankan, rencana revisi ini masih dalam tahap kajian di Kemendagri, sementara DPR RI juga tengah menyusun draf revisinya. “Kita masih saling berkoordinasi untuk kemudian membicarakan di DPR. Tetapi proses diskursus itu harus berjalan,” tambahnya.
Dalam kesempatan tersebut, Bima Arya juga mengenang kunjungannya ke USU sekitar 20 tahun lalu saat masih aktif sebagai pengamat politik. Ia mengapresiasi perkembangan Kota Medan yang semakin pesat, terutama dalam hal pelayanan publik.
“Jadi sangat nyaman sekali, Medan ini makin lama makin kayak Singapura. Jadi mudah-mudahan pemimpin baru, wali kota baru, gubernur baru bisa membawa Medan lebih maju lagi, lebih beradab lagi, lebih berkah bagi semua,” tandasnya.
Sumber : Puspen Kemendagri