Sertifikat Elektronik Tanah Lebih Menguntungkan Masyarakat, Mengapa

oleh

Jakarta,Suronews.com – Tidak ada penyimpanan data dalam bentuk apapun aman 100 % di seluruh dunia. Sebab, teknologi penyimpanan data tetap buatan manusia. Sebagai buatan manusia, teknologi prnyimpan data pasti ada kelemahannya.

Pertimbangan kelemahan tersebut juga harus dilihat dari spesifik letak geografis suatu negara.

Jika ada kalangan mengatakan bahwa digital sebagai tempat yang tidak aman dalam menyimpan data milik masyarakat, seperti penyimpanan sertifikat tanah dalam betuk elektronik tidak aman, tidaklah sebagai kebenaran mutlak.

Menurut hemat saya, penyimpanan sertifikat tanah dalam betuk elektronik dapat mencegah duplikasi karena memiliki spesifikasi nomor digital seperti nomor handphone atau KTP.

Selain itu, pembuatan sertifikat tanah dalam bentuk elektronik sangat direkomendasikan mengingat kondisi geografis Indonesia sangat rentan akan bencana. Faktanya, Indonesia itu berada di daerah _ring of fire,_ dimana potensi untuk adanya bencana alam seperti gunung meletus, gempa bumi, tsunami, tanah longsor, banjir, dsb membuatnya sangat rentan akan penyimpanan dan pengelolaan dokumen baik yang dipegang masyarakat maupun pemerintah secara bentuk fisik.

Bila mana terjadi bencana alam, seperti kemarin banjir di Jabodetabek dokumen dalam bentuk cetak di kertas, sertifikat tanah misalnya, sangat berpeluang rusak total atau hilang.

Belum lagi kalau misalnya ada kejadian kebakaran atau pencurian yang mengakibatkan musnahnya dokumen pertanahan. Karena itu, sudah tepat jika Kementerian ATR/BPN melindungi dokumen sertifikat tanah milik masyarakat dengan digitalisasi.

Boleh jadi orang tertentu mempersepsikan bahwa penyimpanan data sertifikat tanah dalam betuk digital kurang aman karena banyak kasus data dibobol, diretas atau dicuri.

Menurut catatan saya, standar pelayanan dan pengaman data transaksi digital sudah diatur dengan sangat seksama. Terkait dengan sertifikat elektronik, Kementerian ATR/BPN telah menerapkan fitur keamanan data lebih baik karena memungkinkan _backup_ data di lokasi yang berjauhan sehingga terhindar dari bencana regional.

Bisa saja memang orang tertentu mengatakan bahwa sistem digital mudah diretas sehingga potensi data dapat diubah/dimanipulasi.

Justru. Menurut hemat saya, sertipikat dalam betuk elektronik menutup akses mafia tanah, karena setiap ada perubahan, baik yg dilakukan internal/external semua ada jejak dan rekam digitalnya. Siapa, kapan, dan dimana diubahnya, bisa dilacak. Bahkan pemilik sertipikat bakal dapat notifikasi apabila ada perubahan data terhadap sertifikat tanahnya melalui aplikasi sentuh tanahku.

Sudah ada tiga secure atau pengamanan sertifikat elektronik. Teknologi Secure Paper (terdapat watermark dan cetakan mikro), Secure Access (Akses ke brankas elektronik melalui SSO dan MFA, QR Code, Brankas elektronik), dan Secure File (TTE dari BSrE, Integrasi data, Terenkripsi end-to-end).

Bisa saja dengan sertifikat yang konvensiomal, tanah bisa dirampas oleh pihak tertentu kalau tidak dijadikan dalam bentuk sertipikat elektronik.

Lalu bagaiman jika negara butuh suatu lokasi tanah tertentu membangun jalan umum untuk kebutuhan publik? Pasti, negara melakukan proses pengadaan tanah dan yang terdampak dengan prinsip pemberian ganti untung. Perlu diingat, negara hanya mengambil tanah untuk kepentingan umum dan pembangunan nasional.

Sedangkan tanah yang tidak diusahakan, tidak dimanfaatkan, atau dibiarkan begitu saja, bisa dicabut haknya oleh negara dan kembali menjadi tanah negara dengan dikategorikan sebagai tanah telantar (Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2021).

Karena itu, pemerintah menekankan kepada masyarakat untuk memiliki sertifikat elektronik sebagai alat bukti kepemilikan yang sah. Perlu diingat pula, pemerintah melindungi aset tanah yang dimiliki masyarakat melalui sertipikat elektronik sebagai inovasi layanan pertanahan yang terus dikembangkan.

Untuk itu, saya menghimbau, “ayo jangan ragu, sertipikatkan tanah kita dengan sertipikat elektronik