KLH Temukan Dua Penyebab Bencana banjir, Longsor Dan Degradasi DAS

oleh

Jakarta: Kementerian Lingkungan Hidup melakukan kunjungan ke ke dua lokasi bencana di Cijeruk dan Sukabumi. Pihaknya melakukan verifikasi lapangan dan ditemukan sejumlah pelanggaran pemicu bencana banjir, longsor, dan degradasi Daerah Aliran Sungai (DAS).

KLH menemukan ada dua kegiatan usaha teridentifikasi sebagai penyebab utama kerusakan lereng dan meningkatnya debit air bercampur sedimen ke sungai. Yaitu kegiatan PT Bahana Sukma Sejahtera (BSS) yang membuka lahan seluas 40 hektare dan PT Amoda (Awan Hills) yang membangun hotel kabin.

Diketahui PT BSS membuka lahan untuk ekowisata yang membangun jalan sepanjang 1,5 km tanpa dokumen lingkungan maupun izin usaha. Sementara Awan Hills membangun hotel di area lereng curang tanpa persetujuan lingkungan.

Terdapat pula total area bukaan lahan mencapai 1,35 hektare. Dengan indikasi kuat terjadinya longsor di beberapa titik yang berdekatan dengan mata air Sungai Cibadak.

Menteri Lingkungan Hidup (LH) Hanif Faisol Nurofiq meminta penghentian kegiatan usaha yang memicu sejumlah kejadian bencana di Cijeruk dan Sukabumi. Karena kegiatan tersebut tidak memiliki izin dan tanpa adanya kajian lingkungan.

“Kegiatan pembangunan tanpa izin dan tanpa kajian lingkungan bukan hanya bentuk kelalaian administratif. Tetapi juga ancaman nyata terhadap keselamatan warga dan keberlanjutan lingkungan hidup,” ujar Hanif, Minggu (23/3/2025).

Di Sukabumi, KLH juga menemukan sejumlah pelanggaran, khususnya pada kegiatan pertambangan dan peternakan skala besar termasuk CV Java Pro Tam. Usaha ini tidak beroperasi sejak 2022 tapi meninggalkan lahan bekas tambah seluas 4,74 hektare tanpa reklamasi.

Kemudian CV Duta Lima dengan temuan lapangan menunjukkan aktivitas pengolahan dilakukan tanpa dokumen dan persetujuan lingkungan. KLH juga menemukan PT Japfa Comfeed dengan lahan peternakan ayam seluas 60 hektare dan telah membangun 32 kandang aktif.

“Meskipun telah mengantongi beberapa izin. Perusahaan ini belum memiliki Sertifikat Laik Operasi (SLO). Dan pengelolaan limbah B3 belum sepenuhnya sesuai ketentuan,” ucap Hanif.

Menindaklanjuti hal tersebut, KLH menyusun sejumlah langkah termasuk penghentian sementara seluruh kegiatan usaha PT BSS dan PT Amoda. Sampai semua dokumen lingkungan dan perizinan dipenuhi sesuai regulasi.

“Kami akan berkoordinasi dengan Kementerian ESDM dan pemerintah daerah. Ini untuk memastikan reklamasi lahan bekas tambang dan pemulihan lingkungan dilakukan secara tuntas,” ujar Hanif. (***)