Hendry Ch Bangun mangkir dari panggilan Penyidik kasus yang mempemalukan dunia pers Indonesia

oleh

Jakarta – Penyidik Subdit Kamneg Ditreskrimum Polda Metro Jaya saat ini tengah menyelidiki dugaan kasus korupsi dan/atau penggelapan uang rakyat, yakni dana hibah BUMN, yang diduga kuat dilakukan oleh Pengurus Pusat Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Hendry Ch Bangun cs. Pemeriksaan terhadap komandan dedengkot koruptor PWI itu terhambat akibat Hendry Ch Bangun mangkir dari panggilan Penyidik kasus yang mempemalukan dunia pers Indonesia ini.

Dalam kasus mangkirnya sang Ketum PWI yang sudah dipecat oleh organisasinya itu, diketahui bahwa Hendry Ch Bangun bukan hanya melecehkan Kepolisian Republik Indonesia serta mengangkangi aturan hukum dan perundangan di negara ini, tapi juga yang bersangkutan ternyata memiliki sifat tidak jujur alias pembohong atau pendusta. Pasalnya, pria 64 tahun itu meminta penundaan pemeriksaan pada Jumat, 25 Oktober 2024 (bukan Kamis, 24 Oktober 24 seperti di pemberitaan sebelumnya), dengan alasan sedang melaksanakan kegiatan Uji Kompetensi Wartawan (UKW) di PWI Jaya. Namun, ternyata pada hari yang sama si dedengkot koruptor itu justru berada di kantor media voi.id, memimpin rapat bersama para kompradornya dengan agenda persiapan pelaksanaan Hari Pers Nasional mendatang.

Fakta tersebut pada hakekatnya merupakan tindakan mempermalukan Penyidik Polda Metro Jaya yang dengan mudah dikibuli dan dibohongi oleh mantan wartawan Kompas itu. Semestinya, Polri lebih serius menjaga marwah dan harga diri serta citranya sebagai pelaksana Undang-Undang, termasuk dalam hal memproses oknum terduga perampok uang rakyat seperti Hendry Ch Bangun ini.

Ketidaksesuaian alasan yang disampaikan terlapor ke Polisi dengan fakta di lapangan tersebut menimbulkan tanda tanya terkait komitmen yang bersangkutan untuk kooperatif dalam proses hukum yang sedang menjeratnya. Perilaku mangkir dari pemeriksaan dan kebohongan yang dipertontonkan sang dedengkot koruptor PWI peternak koruptor binaan Dewan Pers itu seharusnya dapat dijadikan alasan untuk menilai bahwa orang ini bukanlah warga negara yang baik, bahkan dia terindikasi terbiasa melanggar hukum alias kriminal sejati.

Di sisi lain, berdasarkan Keputusan Dewan Pers yang dikeluarkan pada awal Oktober 2024 lalu, PWI diberi sanksi berupa pelarangan mengadakan UKW. Artinya, selain didepak dari keanggotaan sebagai konstituen Dewan Pers dan tidak diizinkan berkantor di Gedung Dewan Pers, PWI juga dilarang keras menggelar UKW bagi anggotanya.

Sebagaimana diketahui, kasus yang dikenal sebagai PWI-Gate dan Cashback-Gate itu sedang diproses dengan serius oleh Penyidik Polda Metro Jaya. Sajauh ini, penyidik telah meminta keterangan dari delapan saksi, termasuk pelapor Helmi Burman dari Dewan Kehormatan PWI, staf PWI, dan beberapa pengurus pusat PWI yang ikut terlibat dalam kasus tersebut.

Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol. Ade Ary Syam Indradi, menegaskan bahwa penyidik terus mengumpulkan bukti dan memverifikasi keterangan pihak-pihak terkait untuk mendalami dugaan penggelapan uang rakyat, yakni dana hibah BUMN yang diberikan kepada PWI untuk keperluan pelaksanaan UKW gratis. Kasus ini bermula dari pertemuan pengurus PWI Pusat dengan Presiden Joko Widodo pada November 2023, yang berujung pada rekomendasi pemberian bantuan Rp. 6 miliar dari Kementerian BUMN untuk pelaksanaan UKW.

Pada Februari 2024, Hendry Ch Bangun bekerjasama dengan 3 pengurus lainnya, yakni Sayid Iskandarsyah (Sekjen), Muhammad Ihsan (Wabendum), dan Syarief Hidayat (Direktur UMKM) diketahui telah menarik dana hibah dari rekening organisasi PWI sejumlah Rp1,77 miliar dalam beberapa kali penarikan. Alasannya, dana tersebut diperuntukan sebagai pembayaran cashback dan sponsorship kepada oknum di lingkungan BUMN dan Direktur UMKM PWI, Syarief Hidayatullah. Tindakan yang dikategorikan sebagai pelanggaran hukum pidana umum dan tindak pidana korupsi tersebut selanjutnya dilaporkan oleh Helmi Burman pada 8 Agustus 2024 ke Bareskrim Polri.

Atas kasus tersebut, dedengkot koruptor PWI Hendry Ch Bangun cs bakal dijerat dengan Pasal 372 dan 374 KUHP tentang penggelapan dan penggelapan dalam jabatan. Selain itu, mereka juga dapat dikenakan pelanggaran pasal sebagaimana diatur dalam UU Nomor 31 tahun 1999 junto UU Nomor 20 tahun 2021 tentang Tindak Pidana Korupsi. Tidak hanya itu, para terlapor juga dapat dijerat dengan UU Nomor 8 tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. (TIM/Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *